Belum lama ini, pada tanggal 21 Februari kita
memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional. Tanggal itu menjadi penting sebagai
tonggak kebangkitan bahasa-bahasa ibu di dunia. Bukan tanpa alasan UNESCO
menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Bahasa ibu yang di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur
memegang peranan penting dalam tatanan kehidupan penuturnya. Begitupun bahasa
Sunda menjadi bagian yang tak terpisahkan dari urang Sunda.
Bahasa
Sunda merupakan salah satu bahasa terbesar di Indonesia dengan penutur lebih
dari 27 juta jiwa. Dalam bahasa Sunda, banyak sekali ajen-inajen atau nilai-nilai luhur yang dapat kita gali dan patut
kita teladani.
Nilai-nilai
tersebut dapat kita temukan dari ungkapan-ungkapan dalam bahasa Sunda yang
memiliki makna mendalam. Contohnya, dalam menjalani hidup urang Sunda harus berprinsip “Hirup
kudu jeung huripna”. Artinya kita
tidak hanya memikirkan untuk saat ini saja, tapi juga kelangsungan di
masa yang akan datang. Selain itu, urang
Sunda harus selalu bersikap rendah hati. Sikap ini sesuai dengan ungkapan
Sunda‘Tong agul ku payung butut’.
Bahkan ada ungkapan Sunda ‘Cageur, Bageur, Bener, Pinter, Singer’ yang
ternyata memuat konsep pendidikan yang holistik. Konsep ini merupakan panca asas
yang melandasi proses pendidikan di paguron-paguron
(perguruan atau sekolah) urang Sunda.
Pertama,
asas cageur atau sehat. Tidak hanya
sehat jasmani, tapi juga sehat rohani. Jadi, proses pendidikan harus
berorientasi pada pembentukan peserta didik yang sehat jasmani dan rohaninya. Agar
sehat jasmani, mereka biasanya diharuskan mengikuti Maen Po dengan
iringan Tepak Tilu atau Pencak Silat seperti yang kita kenal pada saat
ini. Sedangkan untuk sehat rohani, pembinaan dan penanaman nilai-nilai agama dilakukan
melalui pangaosan-pangaosan.
Kedua,
asas bageur atau baik. Bageur terkait dengan norma dan tata
nilai yang berlaku dalam masyarakat. Diharapkan peserta didik menjadi pribadi
yang memiliki nilai-nilai kesopanan. Dalam budaya Sunda, kita mengenal
pola-pola tata krama kumaha basa jeng rengkak polah ka saluhureun, ka
sasama, ka sahandapeun. Pola ini menjadi landasan bagaimana untuk bersikap terutama dalam
komunikasi.
Ketiga, asas bener atau benar. Bener dalam arti sesuai dengan aturan yang berlaku dalam Agama dan Negara. Konsep
ini menunjukkan bahwa pendidikan harus membentuk peserta didik sebagai pribadi
yang taat norma dan aturan.
Keempat,
asas pinter atau cerdas. Pinter menunjukkan penguasaan aspek kognitif memegang peranan penting. Melalui
pendidikan, peserta didik didorong untuk bisa menjadi pribadi yang cerdas
dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kelima,
asas singer atau terampil. Singer dalam arti peserta didik harus
menjadi ahli dan profesional di bidangnya. Untuk mencapai tujuan ini, proses pendidikan
diarahkan agar bisa memberikan berbagai pengalaman nyata pada mereka. Sehingga
teori dan praktek bisa mereka kuasai dengan baik. Sesuai dengan filosofi Sunda Luhung
Ku Elmu Jembar Ku Pangabisa, artinya memiliki pengetahuan yang luas dan
keterampilan yang mumpuni.
Panca
asas pendidikan ini seharusnya menjadi landasan aktivitas pembelajaran khsususnya
pada sekolah-sekolah di tatar Sunda. Konsep tersebut sebenarnya tidak kalah
dengan berbagai konsep pendidikan lainnya yang berasal dari Barat. Tapi sayangnya,
kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai-nilai kearifan lokal masih rendah.
Mereka menganggap hal itu kuno dan kolot. Maka tidak heran, banyak dari mereka yang
mengidap tuna-karakter dan tuna-budaya karena telah kehilangan jati dirinya. Hari
Bahasa Ibu Internasional harus dijadikan sebagai momentum untuk menghidupkan
kembali, tidak hanya bahasa tapi juga nilai-nilai di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar