Minggu, 11 Maret 2012

Mengenal Plagiarisme Lebih Dekat


Belakangan ini, isu plagiarisme tengah menyita perhatian banyak kalangan. Terlebih setelah pemberitaan terkait isu ini yang menimpa salah satu PTN sering muncul di media massa. Sontak, berita tersebut ditanggapi beragam oleh masyarakat. Mulai dari sekedar mengungkapan keperihatinan sampai memberikan kecaman keras. Respon masyarakat yang sebagian besar berupa kritik wajar terjadi. Hal ini dikarenakan dalam dunia akademis, plagiarisme dikategorikan sebagai kejahatan akademik. Tapi, sikap objektivitas dan kritis harus tetap dikedepankan dalam menanggapinya.

Plagiarisme selalu dipersepsikan sebagai tindakan penjiplakan yang fatal. Paling tidak sebagian besar masyarakat kita berkeyakinan seperti itu. Maka, bagi sang pelaku harus diberikan sanksi yang tegas dan berat. Misalnya, penurunan pangkat, pencabutan gelar, bahkan pemecatan. Keyakinan tersebut tidak salah, tapi tidak sepenuhnya benar.
Definisi plagiarisme telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya Neville (2010) dalam ‘The Complete Guide to Referencing and Avoiding Plagiarism’ mendefinisikan plagiarisme sebagai tindakan mengambil ide atau tulisan orang lain tanpa menyebutkan rujukan dan diklaim sebagai miliknya. Oleh karena itu, penulisan kutipan dan sumber menjadi indikator utama untuk menentukan seseorang plagiat atau tidak.      
Pada praktiknya, plagiarisme dibedakan menjadi beberapa kategori. Menurut Sastroasmoro (2007), kategori tersebut didasarkan pada hal-hal berikut. Pertama, berdasarkan aspek yang dijiplak. Plagiarisme jenis ini dibagi menjadi empat kategori, yaitu; plagiarisme ide, plagiarisme isi, plagiarisme tulisan, dan plagiarisme total. Dari keempat kategori ini, kategori terakhirlah yang dianggap paling berat. Tidak ada sama sekali ide atau gagasan orisinil di dalamnya. Ironisnya, saat ini masih banyak yang melakukan. Cukup dengan membayar sejumlah uang, penyedia jasa akan siap melayani ‘pesanan’.   

Kedua, berdasarkan proporsi yang dijiplak. Plagiarisme jenis ini dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu; plagiarisme ringan (<30%), plagiarisme sedang (30%-70%), dan plagiarisme berat (>70%). Ada anggapan, jumlah kutipan menjadi penentu baik tidaknya sebuah karya ilmiah. Semakin banyak kutipan, maka semakin baik. Padahal, jika jumlahnya tidak wajar bisa dianggap plagiat. Idealnya, proporsi ide atau gagasan penulis harus lebih dominan.

Ketiga, berdasarkan pola plagiarisme. Plagiarisme jenis ini dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu; plagiarisme word for word (kata demi kata) dan plagiarisme mosaik (menggabungkan ide orisinil dengan ide orang lain). Yang paling sering kali dilakukan yaitu plagiarisme mosaik. Biasanya, plagiarisme ini dilakukan dengan menyelipkan atau menggabungkan tulisan orang lain menjadi tulisan yang baru. Penulis pun tidak menyebutkan sumbernya sehingga seolah-olah tulisan itu miliknya.

Keempat, berdasarkan kesengajaan. Plagiarisme jenis ini diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu; plagiarisme yang disengaja dan plagiarisme yang tidak disengaja. Kategori kedua kerap kali terjadi dan menyebabkan seseorang dianggap plagiat. Misalkan, penulis lupa menuliskan sumber pada daftar pustaka. Padahal di bagian isi, pengutipannya sudah benar. Walaupun terkesan remeh temeh, kelalaian ini bisa berakibat fatal. Hal ini pula yang terjadi pada salah satu dosen yang saat ini santer diberitakan karena diindikasikan plagiat (Pikiran Rakyat, 8/3/2012)  

Kategorisasi ini menegaskan bahwa setiap kasus plagiarisme tidak bisa disakompetdaunkeun. Tentu saja, sanksinya pun akan berbeda tergantung dari kategori plagiarisme yang dilakukannya. Dalam prinsip keadilan, tidak benar jika pelanggaran ringan dan pelanggaran berat diberikan sanksi yang sama. Apalagi, jika pelanggaran itu lebih karena faktor kelalaian bukan kesengajaan. Perlakuannya pun akan jauh berbeda. Diharapkan melalui pemahaman ini, kita bisa lebih objektif dan kritis dalam menyikapi setiap kasus plagiarisme. 
(Tulisan ini dimuat dalah harian Pikiran Rakyat 'PR', Sabtu 10 Maret 2012 dengan judul 'Mengenal Jenis-Jenis Plagiarisme')